Saturday, August 21, 2021

Bisa Bahasa Inggris?




Selama pandemik Covid-19 ini, aku telah dirumahkan (furlough) secara resmi mulai 1 Juli s/d 31 Desember 2020. 

Tiap hari aku bangun pagi-pagi antara jam 3:00-5:00 am membuat air panas untuk bikin kopi, aku suka kopi hitam sedikit gula. Aku belum bisa berfungsi normal kalau belum minum kopi, kaya ketagihan gitu. Hanya setelah minum kopi, aku masak nasi pake rice-cooker, cek lemari makanan dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan semalamnya. 

Kuambil tas kecil yang berisi uang serta HP ku lalu pergi ke Warung Bu Desi untuk membeli bahan-bahan makanan untuk dimasak. Tidak ada banyak pilihan untuk memasak sesuatu yang pancy. Aku suka membeli ayam potong, buncis, dan labu jepang untuk sayur kuah. Tahu-tempe, dan makanan jadi berupa gecok belimbing yang sangat disukai ayah dan ibuku.

Setelah semua masakan selesai, aku nyapu di dapur, di halaman rumah dan jalanan di depan rumah, lalu siap-siap berangkat ke ladang di ujung desa. 

Sesampai di ladang, aku taruh laptop di kamar tidurku, kumatikan lampu-lampu yang masih menyala, serta hidupkan listrik untuk menaikan air ke tower air dari sumur bor sebagai sumber air untuk masak di rumahku dan untuk nyuci pakaian, dan mandi. Ayahku sering memakai air dari sumur bor tersebut untuk memandikan sapi-sapinya di sawah yang berada di sebrang ladang kami. 

Ayam-ayam berkerumun di sekitarku untuk diberi makan, dimana kuambilkan segelas beras dan sebarkan di halaman untuk ayam-ayam tersebut. Biasanya ayam-ayam itu berkelahi dulu sebelum memakan biji-biji beras yang kusebarkan. Kenapa ya? Mereka akan berpencar kemana-mana setelah mendapat makan dariku. 

Aku ambil sapu lidi serta serok untuk menyapu halaman pondok, garase, serta pura yang ada di ladang kami. Hanya setelah towernya penuh dan halaman sekitar bersih, aku mulai membuka laptop, memeriksa email yang masuk. Pertama-tama yang kulihat adalah Horoskopku karena sangat penting bagiku untuk mengetahui apa yang mesti kulakukan tiap hari dan apa yang akan terjadi padaku setiap hari. Ramalan bintang tersebut sangat akurat, jarang sekali meleset dari apa yang tertulis dalam Horoskopku. Kadang aku malas membaca, lalu kuhidupkan tool "speaker" nya, aku tinggal dengerin aja. 

Terkadang aku juga masak nasi merah di ladang, karena kuubah bagian depan bekas kamar adikku menjadi dapur untuk masak, bikin kopi, serta menyimpan air minum. Tak jarang aku hanya tinggal di tegal seharian karena semua kebutuhanku tersedia di sana. Tempat tidur, meja kerja, listrik, Internet semuanya sudah kusiapkan, supaya bisa kerja online. 

Suatu pagi, aku pulang ke rumah membawa cetakan laklak (Balinese pancake), dalam perjalanan aku bertemu dengan beberapa anak muda yang bukan dari kampungku. Mereka menyapaku,

"Mau bikin apa, Buk?"

"Mau bikin laklak", jawabku sambil melanjutkan jalanku ke rumah. Sebenarnya aku belum pernah membuat laklak sengan benar, aku membawa cetakannya pulang karena ingin belajar dari Ibu Wawan, tetapi saat itu Ibu Wawan sibuk dengan upacara Odalan, jadi kutangguhkan pelajaranku untuk membuat laklak.

Aku duduk dengan ibuku di Bale Daja (meten) sambil membuat sesajen harian. Tiba-tiba anak muda yang kujumpai tadinya datang ke rumah bertanya,

"Apa laklaknya sudah selesai?" salah satu dari mereka bertanya

"Belum", aku jawab sambil keluar menemui mereka yang duduk di berandah rumah Bale Dangin. 

Kami pun bercakap-cakap tentang beberapa hal termasuk tujuan mereka pergi ke kampung yang jaun dari kota. Mereka bilang bahwa mereka memperkenalkan product obat alami/herbal untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Ibuku sempat membeli sebotol dengan harga lumayan mahal ukuran pedesaan.

Saat itu aku mengenakan T-Shirt dengan tulisan "My Life, My Adventure", salah satu dari mereka dengan semangat menyatakan bahwa dirinya suka petualangan juga sesuai apa yang dia baca di bajuku. 

Aku beritahu dia bahwa baju itu kubeli di Jogjakarta waktu ikut tour Merapi Lava Tours dengan mahasiswa dari Minnesota, USA. 

Salah satu dari mereka bertanya tentang pekerjaanku, 

"Ibu kerja dimana?", tanyanya.

"Saya ngajar mahasiswa dari Amerika", jawabku jujur

"Bisa bahasa Inggris"?, tanyanya lagi. 

Aku kaget dan ga sempat menjawab karena aku kira dia bisa menghubungkan antara pekerjaanku dengan kemampuan yang mesti kumiliki sebagai pengajar mahasiswa Asing yang berbahasa Inggris sebagai alat komunikasi utama. 

Aku hanya tersenyum memandangnya. Tetapi ibuku tidak terima kalau anaknya diremehkan. 

"Ini dah ratunya Bahasa Inggris di kampung ini", teriak ibuku dengan nada marah. 

Oh well, mereka hanya tidak tahu dan aku hanyalah perempuan kampung yang jauh dari peradaban kota. 


Note: Furlough 2020-2021

Itu berarti aku tidak mengajar secara rutin seperti waktu-waktu normal sebelum pandemik yang melanda dunia sejak Maret sampai saat ini. Pandemik bermula di Wuhan, Cina tetapi menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Indonesia tidak ketinggalan, walau lambat diumumkan keberadaannya di Indonesia. Sampai kini, pemerintah Indonesia memberlakukan protokol kesehatan dengan ketat, namun masyarakat terkadang tidak peduli dengan imbauan pemerintah. Seperti memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan secara teratur sesuai anjuran dokter, menjaga jarak dengan orang-orang, menghindari kerumunan orang banyak.